Perusahaan Tambang Penyebab Banjir di Kutai Kartanegara Akan Ditutup

Diposting oleh Unknown on Minggu, 15 Juli 2012

(Ilustrasi) Aktivitas di pertambangan batubara. Foto: Aji Wihardandi
Badan Lingkungan Hidup Daerah Kutai Kartanegara berencana merekomendasikan untuk menutup Izin bagi 18 perusahaan tambang batubara di dua kelurahan yang berada di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. Rencana ini menyusul pemetaan yang telah dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kukar di kawasan bukaan lahan pertambangan tersebut. Titik koordinat pemetaan diambil dari titik banjir bandang yang terjadi pada Jumat yanggal 6 Juli 2012 silam, yang menewaskan seorang warga Kelurahan Seluang, dan ratusan rumah di Kelurahan Sungai Merdeka terendam.
Dari hasil pemetaan tersebut, menurut Kepala BLHD Kukar Akhmad Taufik Hidayat, ke-18 perusahaan itu dianggap paling “berkontribusi” terhadap banjir. Paling parah adalah bukaan lahan di Kelurahan Sungai Seluang. “Karena terletak di dataran tinggi. Dari sini arah aliran banjir bandang tersebut,” bebernya. Menurut keterangan Ahmad, tepat setelah banjir terjadi, tim BLHD langsung melakukan investigasi ke lapangan dengan melakukan pemetaan dan menentukan titik koordinat banjir. “Ini baru dampak perusahaan tambang di dua kelurahan yang dipetakan. Belum termasuk kelurahan lainnya,” terangnya kepada Kaltim Post.
Ahmad juga menyatakan, delapanbelas perusahaan tambang tersebut dinilai sangat buruk pengelolaannya. “Pengelolaan limbah (settling pond) tidak dilakukan. Juga tak diimbangi dengan bukaan lahannya yang sudah besar,” ujarnya.
Selain itu, fakta di lapangan berdasarkan informasi warga, di Samboja terdapat Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) namun justru ditemui beberapa kegiatan. “Tim kami masih melakukan telaah terhadap (ke-18) perusahaan bersangkutan. Apabila dari sisi pengelolaannya buruk, bisa dibekukan izinnya, bahkan dicabut,” tegas Akhmad.
Peringatan kepada perusahaan tambang dilakukan bertahap. Pertama, berupa teguran. Jika tak digubris, akan diminta untuk melakukan perbaikan secara paksa. Bila tak juga dilaksanakan, akan direkomendasikan kepada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) untuk dibekukan atau dicabut izinnya. “Saat ini, kami sudah melakukan teguran terhadap perusahaan tersebut,” ucapnya.
Secara terpisah, Alfian, kepala Bidang Advokasi Penegakan Hukum BLHD Kukar, mengatakan berdasarkan data yang terima dari Distamben, terdapat 37 tambang di wilayah Samboja. Dia menyebut, Selasa tanggal 10 Juli 2012 ini Bupati Rita Widyasari akan memanggil para perusahaan tersebut. Pertemuan rencananya digelar di Kantor Kecamatan Samboja.
Hanya, dari 37 perusahaan tersebut, yang dipastikan hadir cuma 18 perusahaan. “Baru 18 perusahaan ini yang dikonfirmasi akan hadir. Enam perusahaan di Sungai Seluang dan 12 perusahaan di Sungai Merdeka,” ucapnya.
Dari rapat tersebut, akan diminta data bukaan lahan yang telah ditambang hingga pengelolaan lingkungannya. “Luas izin lahan tambang di Samboja bervariasi, ada yang puluhan hingga ribuan hektare,” kata Alfian.
Setelah bukaan lahan diperoleh, data ini digunakan untuk menghitung ganti rugi atau kompensasi kepada warga. “Rapat ini untuk menegaskan kontribusi akibat banjir tersebut, dan untuk menyelesaikan kompensasinya. Yang membuka lahan paling besar, paling besar juga memberikan kompensasi,” ucapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh Kaltim Post dari Distamben ada 47 tambang IUP di Samboja, plus satu PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) atas nama PT Singlurus Pratama. Dari puluhan tambang itu, yang terbesar adalah milik PT Perdana Maju Utama (milik Ardiansyah Muchsin) dengan luas 4.731 hektare. Juga ada PT Kutai Mandiri Energi (Kintan Ramadani) seluas 1.159 hektare.
Banjir Samboja juga membetot perhatian petinggi provinsi. Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menyatakan, Pemprov telah menurunkan penyidik pegawai negeri sipil dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim sehubungan musibah air bah.  “Kesimpulan yang diperoleh BLH akan menjadi dasar pengambilan keputusan dari provinsi,” sebutnya.
Gubernur meminta tim BLH Kaltim menyelidiki pihak yang paling bertanggung jawab atas musibah yang menghilangkan satu nyawa tersebut. “Jika benar keberadaan tambang yang menyebabkan banjir, mereka harus bertanggung jawab,” lanjutnya.
Dikatakan, hal tersebut sudah sangat jelas dalam Undang-Undang 32/2009 tentang Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup.  “Sanksinya juga ada.  Jadi, kita tunggu hasil penyelidikan BLH,” sebut Faroek.
Sementara itu terkait bencana banjir yang melanda kawasan ini, ratusan warga korban bencana banjir merealisasikan niatnya untuk menyampaikan tuntutan kompensasi kepada perusahaan tambang. Ada enam hal yang diminta, yang bila tak ditanggapi, akan mendorong mereka menutup aktivitas tambang di wilayahnya yang sudah berlangsung sejak 2008.
Aksi warga ini diawali pukul 09.00 Wita tanggal 9 Juli 2012. Warga korban banjir, khususnya di Sungai Seluang, berkumpul di halaman Kantor Kecamatan Samboja. Di ruang serbaguna, mereka menyampaikan unek-unek di depan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika). Soal kompensasi Rp 100 juta per kepala keluarga (KK), menurut juru bicara (jubir) Ornota, merupakan ganti rugi akibat dampak banjir dan lumpur yang selama ini mencemari lingkungan. Bagi warga yang memiliki usaha, tuntutan kompensasi ditambah Rp 100 juta per bidang usahanya.
“Itu pun belum seimbang dengan kesengsaraan yang dialami dari 2008. Warung foto copy saja sudah habis (merugi, Red) Rp 75 juta,” ujar Ornota, ditimpali sorakan warga. “Kita bisa lihat, mana ada (pengelolaan tambang,Red) yang berjalan dengan baik? Jalan keluar-masuk tambang, bahkan di sebelah rumah warga,” kesal dia.
Deadline tuntutan berlaku tiga hari sejak disampaikan. Itu berarti, solusi diharapkan tercapai sebelum Rabu tanggal 11 Juli 2012. Jika tidak, mereka akan kembali menghentikan aktivitas hauling atawa angkutan batu bara di jalan raya. Itu akan menjadi aksi turun jalan kedua di Sungai Seluang setelah 17 Januari lalu. “Ini tidak main-main. Kami sudah muak dengan janji-janji, enggak pernah ada realisasi. Kita tutup tambang!” tandas Oronita, disambut gemuruh warga lagi.
Surat tuntutan ditembuskan kepada Gubernur Kaltim, BLH Kaltim, Bupati Kukar, BLHD Kukar, Distamben Kukar, Ketua DPRD Kukar, Kapolsek Samboja, dan Danramil 0906-08/Samboja. Warga berharap, jika jadi diberikan, dana kompensasi akan dimanfaatkan untuk mengubah struktur rumah, dengan cara meninggikan agar tidak terkena banjir lagi. “Kalau itu (dana kompensasi) hanya material sedikit, tapi rintikan hujan sudah buat perasaan kami waswas. Biar dikasih satu miliar pun tak cukup mengobati,” kata Yayu, warga lainnya.
Namun, Ketua RT 8 Sungai Seluang, Ohan, meragukan itu. Sebab, sudah sering terjadi bencana, juga beberapa kali meminta pertanggungjawaban, tapi tak pernah terealisasi. “Ini bencana bukan sekali, pertemuan berkali-kali, Sudah suruh mendata, tapi tak pernah ada (realisasi),” katanya.
Anggota DPRD Kukar dapil Samboja, Sudirman, yang hadir dalam pertemuan itu berjanji mengawal aspirasi ini. “Sayang tuntutannya enggak ada total KK berapa. Jumlah segitu bagi orang kecil sangat besar, tapi bagi penambang itu kecil. Jadi, mudah-mudahan masalahnya sampai di sini,” terang fungsionaris PAN Kukar tersebut.
Camat Samboja Fahmi SP menjelaskan, pihaknya  menampung aspirasi tersebut namun tak punya wewenang mengambil kebijakan. “Kami akan mengawal agar tak terjadi provokasi dan lainnya,” tambah Danramil 0906-08/Samboja Kapten Inf Sutrisno.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar